BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulmonary Heart Disease
atau Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur dan
fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem
pernapasan. Hipertensi paru adalah hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan
jantung di cor pulmonal. Penyakit ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan
primer dari sisi kiri ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari
sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap pulmonale cor,
tapi pulmonale cor dapat mengembangkan sekunder untuk berbagai proses penyakit
cardiopulmonary. Meskipun pulmonale cor umumnya memiliki progresif dan
perlahan-lahan saja kronis, onset akut atau pulmonale cor diperburuk dengan
komplikasi yang mengancam kehidupan dapat terjadi.
Data kematian yang dikumpulkan sejak
tahun 1991 dari bagian Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI Unit paru RSU
Persahabatan penyebab kematian akibat cor pulmonal sebanyak 7 kasus dari 175
jumlah total kematian pasien penderita penyakit paru atau sebesar 4,10%. Cor
pulmonal menduduki ranking kelima setalah TB paru, tumor paru, pneumonia, dan
bronkhiektasis.
Jika cor pulmonal terlambat
didiagnosa atau terapi awal yang tidak memadai pada cor pulmonal dapat
menimbulkan gangguan fungsi paru, maka diperlukan asuhan keperawatan secara
menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Untuk itu, berdasarkan uraian
diatas, kami merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam mengenai
penyakit cor pulmonal untuk dapat mengetahui asuhan keperawatan pada
pasien cor pulmonal dengan pendekatan proses keperawatan yang benar.
1.2 Rumusan Masalah
- Apa definisi pulmonary heart disease?
- Apa etiologi/ faktor pencetus pulmonary heart disease?
- Apa saja manifestasi klinis pulmonary heart disease?
- Bagaimana patofisiologi pulmonary heart disease?
- Apa saja pemeriksaan diagnostik pada pulmonary heart disease?
- Bagaimana penatalaksanaan klien dengan pulmonary heart disease?
- Apa komplikasi dari pulmonary heart disease?
- Bagaimana prognosis dari pulmonary heart disease?
- Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan pulmonary heart disease?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan
mencegah terjadinya pulmonary heart disease.
1.3.2 Tujuan Khusus
- Mengetahui definisi pulmonary heart disease.
- Mengetahui etiologi/ faktor pencetus pulmonary heart disease.
- Menyebutkan manifestasi klinis pulmonary heart disease.
- Menyebutkan patofisiologi pulmonary heart disease.
- Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pulmonary heart disease.
- Mengetahui penatalaksanaan klien dengan pulmonary heart disease.
- Mengetahui komplikasi dari pulmonary heart disease.
- Mangatahui prognosis dari pulmonary heart disease.
- Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan pulmonary heart disease.
1.4 Manfaat
- Mendapatkan pengetahuan tentang pulmonary heart disease.
- Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pulmonary heart disease.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.Definisi
Pulmonary heart disease adalah
pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat
kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan.
Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan
jantung kiri atau penyakit jantung bawaan.
Pulmonary heart disease dapat
terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart disease akut tersering
adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik sering
disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart
disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada
pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.
Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak
usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri
mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada
umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin
mudah terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya
Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang hanya mengenai
sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran gas antara
alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal
dan pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara
luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga
menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder
akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal
dan pulmonary heart disease Kronik.
2.2.Patogenesis
Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale
dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu :
- a. Obstuksi
Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic
Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu penyebab
hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 – 0.5 % pasien dengan
emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja
untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat berjalan dengan
baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik
sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi
dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru.
- b. Obliterasi
Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah
lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan
pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan
infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain menyebabkan penebalan atau perubahan
jaringan interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan
jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru.
- c. Vasokontriksi
Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis
terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor
yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab yang
paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya
misalnya sleep apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada obesitas, dapat juga
menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor
pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara
tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung
dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya.
Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas
darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis.
- d. Idiopatik
Kelainan idiopatik ini di dapatkan
pada apsien hipertensi pulmonale primer yang di tandai dengan adanya lesi pada
arteri pumonale yang kecil tanpa di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik
pada paru maupun pada jantung. Secara histopatologis di dapatkan adanya
hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta pembentukan
mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui
Waupun sering di kaitkan dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal,
penyakit autoimun lainnya serta infeksi HIV.
2.3.Etiologi
Penyebab penyakit pulmonary heart
disease antara lain :
1)
Penyakit paru menahun dengan hipoksia :
-
Penyakit paru obstrutif kronik,
-
Fibrosis paru,
-
Penyakit fibrokistik,
-
Cryptogenic fibrosing alveolitis,
-
Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
2)
Kelainan dinding dada :
-
Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura,
-
Penyakit neuromuscular,
3)
Gangguan mekanisme control pernafasan :
-
Obesitas, hipoventilasi idopatik,
-
Penyakit serebro vascular.
4)
Obstruksi saluran nafas atas pada anak :
-
Hipertrofi tonsil dan adenoid.
5)
Kelainan primer pembuluh darah :
-
Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh darah
paru.
2.4.Manifestasi Klinis
Informasi yang didapat bisa
berbeda-beda antarasatu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada
penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease.
- Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
- Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum).
- Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope).
- Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah.
Gejala predominan pulmonary heart
disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk
produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan
kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala -
gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga
muncul.
Tanda- tanda pulmonary heart disease
misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau
gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati
membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.
Gejala- gejala tambahan ialah:
- 1. Sianosis
- 2. Kurang tanggap/ bingung
- 3. Mata menonjol
2.5.Patofisiologi
Beratnya pembesaran ventrikel kanan
pada pulmonary heart disease berbanding lurus dengan fungsi pembesaran dari
peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan relative
tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah
jantung sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat
meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel
kanan secara kronik meningkat jika volume paru membesar, seperti pada penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK), pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi kapiler
alveolar.
Penyakit paru dapat menyebabkan
perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan mempengaruhi jantung serta
menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini seringkali menyebabkan
terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunanan
oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia ( penurunan PaO2 )
dan hipercapnea ( peningkatan PaCO2) , yang nantinya akan
mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan
vasokonstriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan
vaskularisasi paru seperti pada emfisema dan emboli paru. Akibatnya akan
terjadi peningkatan ketahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang akan
menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri baru (
arterial mean preassure) adalah 45mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat
menimbulkan pulmonary heart disease. Ventrikel kanan akan hipertropi dan
mungkin akan diikuti gagal jantung kanan.
2.6.Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran radiologis
Pada tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar, tetapi hilus
dan arteri pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah perifer menjadi
kecil/tidak nyata.
Pada tingkat pulmonary heart disease jantung terlihat membesar karena adanya
dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit dinyatakan
pada foto dada karena adanya hiperinflasi paru (misalnya pada emfisema). Selain
itu didapatkan juga diafragma yang rendah dan datar serta ruang udara
retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan
tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari ukuran normal.
Gambaran elektrokardiogram
Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran sinus takikardia
saja. Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai
berikut, yaitu:
- Gelombang P mukai tinggi pada lead II
- Depresi segmen S-T di II, III, Avf
- Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-3
- Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete
Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG
menunjukkan:
- Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih dari +90
- Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di II, III,Avf
- Rotasi kea rah jarum jam (clockwise rotation)
- Rasio R/S di V1 lebih dari 1
- Rasio R/S di V6 lebih dari 1
- Gelombang S ang dalam di V5 dan V6 (S persissten di prekordial kiri)
- RBBB incomplete atau incomplete
Pada cor-pulmonal akut (emboli paru
masif),EKG menunjukkan adanya Right Ventrikular Strain yaitu
adanya depresai segmen S-T dan gelombang T yang terbalik pada sandapan
perikordial kanan. Kadang-kadang kriteria hipertrofi ventrikel kanan yang
klasik sulit didapat. Padmavati dalam penelitiannya menyatakan criteria yang
lain untuk kor-pulmonal dalam kombinasi EKG sebagai berikut:
1) rS di V5
dan V6
2) Aksis bergeser ke
kanan
3) qR di AVR
4) P pulmonal
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanya polisitemia (Ht > 50%), tekanan oksigen (PaO2) darah
arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida (PaO2) >50 mmHg.
2.7.Penatalaksanaan
Terapi medis untuk pulmonary heart
disease kronis di fokuskan pada penatalaksanaan untuk penyakit paru dan
peningkatan oksigenasi serta peningkatan fungsi ventrikel kanan dengan
menaikkan kontraktilitas dari ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi
pada pembuluh darah di paru. Pada pulmonary heart disease akut akan
dilakukan pendekatan yang berbeda yaitu di fokuskan pada kestabilan klien.
Untuk mendukung system
kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary heart disease harus diperhatikan
mengenai kegagalan jantung kanan yang meliputi masalah pengisian cairan di
ventrikel dan pemberian vasokonstriktor (epinephrine) untuk memelihara tekanan
darah yang adekuat. Tetapi pada dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik
jika di fokuskan pada masalah utama, misalnya pada emboli paru harus
dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulan, agen trombilisis atau tindakan
pembedaham embolektomi. Khususnya jika sirkulasi terhambat akan dipertimbangkan
pula pemberian broncodilator dan penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan
PPOK; pemberian steroid dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru.
Terapi oksigen, pemberian diuretic,
vasodilator, digitalis, theophyline, dan terapi antikoagulan di gunakan untuk
terapi jangka panjang pada cor pulmonal kronis.
a)
Terapi Oksigen.
Terapi oksigen sangat penting
diberikan pada klien. Klien dengan pulmonary heart disease memiliki tekanan
oksigen (PO2) di bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat ketika
beraktivitas atau tidur. Terapi oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi
hipoksemia pulmonar, kemudian dapat menaikkan cardiac output, mengurangi
vasokonstriksi, meringankan hipoksemia jaringan, dan meningkatkan perfusi
ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO2 kurang dari
55 mm Hg atau saturasi O2 kurang dari 88%.
Manfaat dari terapi oksigen adalah
untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan status fungsional. Oleh karena
itu, terapi oksigen penting di berikan untuk managemen jangka panjang khususnya
untuk klien dengan hipoksia atau penyakit paru obstruktif (PPOK).
b)
Diuretik.
Diuretik di gunakan pada klien
dengan pulmonary heart disease kronis, terutama ketika pengisian ventrikel kiri
terlihat meninggi dan pada edema perifer. Diuretic berperan dalam
peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri. Diuretik memproduksi efek
hemodinamik yang berlawanan jika tidak di perhatikan penggunaannya. Volume
pengosongan yang berlebihan dapat menimbulkan penuruna cardiac output.
Komplikasi lain dari diuretic adalah produksi hypokalemic metabolic
alkalosis, yang akan mengurangi efektivitas stimulasi karbondioksida pada
pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi. Produksi elektrolit dan asam yang
merugikan sebagai akibat dari penggunaaan diuretic juga dapat menimbulkan
aritmia, yang berakibat menurunnya cardiac output. Oleh karena itu
diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary heart disease kronis,
dengan memperhatikan pemakaian.
2.8.Komplikasi
Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya:
a)
Sinkope
b)
Gagal jantung kanan
c)
Edema perifer
d) Kematian
2.9.Prognosis
Belum ada pemeriksaan prospektif
yang dilakukan untuk mengetahui prognosis pulmonary heart disease kronik.
Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi gagal
jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi
kurang dari 4 tahun.
Walaupun demikian, kemampuan dalam
penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan dengan infeksi dan gagal
napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir.
Prognosis pulmonary heart disease
berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pasien yang mengalami
pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh darh arteri kecil yang
terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau
akibat fibrosis intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena
kemungkinan perubahan anatomi yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien
PPOK jauh lebih baik bila analisis gas darahnya dapat dipertahankan mendekati normal.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa,meliputi:
- Identitas pasien
- Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru.
Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran
napas atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.
- Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
- Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi persyaratan runmah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor pulmonal.
- Riwayat sakit dan Kesehatan
- Keluhan utama
Pasien
dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada
- Riwayat penyakit saat ini
Pada pasien kor pulmonal, biasanya
akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang
tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhan tersebut.
Penyebab kelemahan fisik setelah
melakukan aktifitas ringan sampai berat.
-
Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai
sesak nafas.
-
Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan
apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
-
Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
-
Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan
beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas
- Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan kor pulmonal biasanya
memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan
riwayat hipertensi pulmonal.
3.1.2 Pemeriksaan fisik
: Review Of System (ROS)
- B1 (BREATH)
- Pola napas : irama tidak teratur
- Jenis: Dispnoe
- Suara napas: wheezing
- Sesak napas (+)
- B2 (BLOOD)
- Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-)
- Nyeri dada (+)
- Bunyi jantung: murmur
- CRT : tidak terkaji
- Akral : dingin basah
- B3 (BRAIN)
- Penglihatan(mata)
-
Pupil : tidak terkaji
-
Selera/konjungtiva : tidak terkaji
- Gangguan pendengaran/telinga: tidak terkaji
- Penciuman (hidung) : tidak terkaji
- Pusing
- Gangguan kesadaran
- B4 (BLADDER)
- Urin:
-
Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam
-
Warna : kuning pekat
-
Bau : khas
- Oliguria
- B5 (BOWEL)
- Nafsu makan : menurun
- Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji
- Abdomen : asites
- Peristaltic : tidak terkaji
- B6 (BONE)
- Kemampuan pergerakan sendi: terbatas
- Kekuatan otot : lemah
- Turgor : jelek
- Oedema
- Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya, kecemasan terhadap penyakit.
3.2 Diagnosa keperawatan
- Gangguan pertukaran gas yang b.d. hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
- Ketidakefektifan pola napas b.d. sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks.
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
- Intoleransi aktifitas yang b.d. kelemahan fisik dan keletihan.
- Perubahan pola eliminasi urin b.d. oliguria.
3.3
Perencanaan Keperawatan
- Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
- Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.
- Kriteria hasil :
- Klien tidak mengalami sesak napas.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda sianosis.
- Pao2 dan paco2 dalam batas normal
- Saturasi O2 dalam rentang normal
- Intervensi dan Rasional :
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau frekuensi, kedalaman
pernapasan.Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, tidakmampuan bicara/
berbincang.
|
Berguna dalam evaluasi derajat
distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
|
Tinggikan kepala tempat tidur,
bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong nafas
perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu.
|
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan
nafas, dispnea dan kerja nafas.
|
Awasi secara rutin kulit dan warna
membrane mukosa.
|
Sianosis mungkin perifer (terlihat
pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga).
Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
|
Dorong mengeluarkan sputum;
penghisapan bila diindikasikan.
|
Kental, tebal, dan banyaknya
sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil.
Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
|
Auskultasi bunyi nafas, catat area
penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
|
Bunyi nafas mugkin redup karena
aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan secret.
Krekel basah menyebar menunjukkan cairan pada intertisial/dekompensasi
jantung.
|
Palpasi fremitus.
|
Penurunan getaran fibrasi diduga
ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
|
Awasi tingkat kesadaran/ status
mental. Selidiki adanya perubahan.
|
Gelisah dan ansietas adalah
manifestasi umum pada hypoxia, GDA memburuk disertai bingung/ somnolen
menunjukkan disfungsi sersbral yang berhubungan dengan hipoksemia.
|
Evaluasi tingkat toleransi
aktifitas. Berikan lingkungan yang tenang dan kalem. Batasi aktifitas pasien
atau dorong untuk tidur/ istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan
pasien melakukan aktifitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi
individu.
|
Selama distress pernapasan
berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan aktifitas
sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktifitas
perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan
ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea
berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
|
Awasi tanda vital dan irama
jantung
|
Tachycardia, disritmia, dan
perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
|
Kolaborasi
|
Paco2 biasanya meningkat
(bronchitis, enfisema) dan pao2 secara umum menurun, sehingga hipoksia
terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: paco2 “normal”
atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama
asmatik.
|
b. Berikan oksigen tambahan
yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
|
Dapat memperbaiki/mencegah
memburuknya hypoxia. Catatan: emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien
ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dieluarkan dengan peningkatan pao2
berlebihan.
|
|
Digunakan untuk mengontrol
ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi
dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.
|
d. Bantu instubasi,
berikan/pertahankan ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI sesuai instruksi
pasien.
|
Terjadinya/kegagalan nafas yang
akan datang memerlukan penyelamatan hidup.
|
- 2. Ketidakefektifan pola napas b.d. Hipoksia.
- Tujuan :
- o Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal
- Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.
- Kriteria hasil :
- o Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif.
- o Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan
- Intervensi dan Rasional :
Tindakan/intervensi
|
Rasional
|
Berikan posisi fowler atau semi
fowler
|
Memaksimalkan ekspansi paru,
menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi
|
Ajarkan teknik napas dalam dan
atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik abdomen bila diindikasikan
|
Membantu meningkatkan difusi gas
dan ekspansi jalan napas kecil, memberika pasien beberapa kontrol terhadap
pernapasan, membantu menurunkan ansietas.
|
Obserfasi TTV (RR atau frekuensi
permenit)
|
Mengetahui keadekuatan frekuensi
pernapasan dan keefektifan jalan napas
|
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
- Tujuan : Nafsu makan membaik.
- Kriteria hasil :
- Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi
- Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.
- Intervensi dan Rasional :
Tindakan/intervensi
|
Rasional
|
Beri motivasi pada klien untuk
mengubah kebiasaan makan.
|
Agar pasien mau memenuhi diet yang
disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam metabolisme.
|
Sajikan makanan untuk klien
semenarik mungkin.
|
Mengurangi anorexia pada pasien.
|
Pantau nilai laboratorium,
khususnya transferin, albumin, dan elektrolit.
|
Untuk mengetahui perkembangan
asupan gizi klien melalui sampel darah.
|
Timbang berat badan pasien pada
interval yang tepat.
|
Untuk mengetahui perkembangan
klien dalam mempertahankan berat badan normal.
|
Diskusikan dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan protein untuk klien.
|
Untuk bisa lebih tepat memberikan
diet kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori yang dibutuhkan.
|
Pertahankan kebersihan mulut yang
baik.
|
Menambah nafsu makan dan
membersihkan kuman-kuman yang ada dalam mulut, sehingga makanan yang klien
makan akan terasa lebih nikmat.
|
- Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbbangan antara suplai dan demand oksigen
- Tujuan : keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.
- Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi.
- Intervensi dan Rasional :
Tindakan/ Intervensi
|
Rasional
|
Beri bantuan untuk melaksanakan
aktifitas sehari-hari
|
Ajarkan klien bagaimana
meningkatkan rasa control dan mandiri dengan kondisi yang ada
|
Ajarkan klien bagaimana menghadapi
aktifitas menghindari kelelahan dan berikan periode istirahat tanpa gangguan
di antara aktifitaa
|
Istirahat memungkinkan tubuh
memperbaiki energy yang digunakan selama aktifitas
|
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai
menu makanan pasien
|
Dengan ahli gizi,perawat dapat
menentukan jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi untuk memaksimalkan
pembentukan energy dalam tubuh pasien.
|
- Perubahan pola eliminasi urin b.d. Penurunan curah jantung.
- Tujuan : mengembalikan pola eliminasi urin normal.
- Kriteria hasil : klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin.
- Intervensi dan Rasional :
Tindakan/intervensi
|
Rasional
|
Pantau
pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
|
Pengeluaran
urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan
selama tirah baring.
|
Pantau/hitung
keseimbangan intake dan output selama 24 jam
|
Terapi
diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
|
Pertahakan
duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
|
Posisi
tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan dieresis.
|
Pantau
TD dan CVP (bila ada)
|
Hipertensi
dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
|
Kaji
bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
|
Kongesti
visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
|
Konsul
dengan ahli diet.
|
Perlu
memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.
|
BAB
IV
PENUTUP
3.1
Simpulan
Kor-pulmonal adalah pembesaran
ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan
paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan.
Kor-pulmonal dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab Cor Pulmonale akut
tersering adalah emboli paru masif, sedangkan Cor Pulmonale kronik sering
disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada Cor Pulmonale
kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada Cor Pulmonal
akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.
DOWNLOAD : WOC COR PULMONAL
DAFTAR PUSTAKA
A Sovari, Ali.2009.Cor Pulmonal.(online),emedicine.medscape.com,7
Oktober 2009
Boughman, Diane C & Hackley,
Joann C.2000.Buku Saku Keperawatan Medical Bedah.Jakarta:EGC
Wilkinson, Judith. M.2002.Buku
Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria NOC.EGC:Jakarta
----------.1997.Mastering
Medical-Surgical Nursing.USA:Springhouse Corporation.
----------.2001.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam.Jakarta:Balai Penerbit FK UI
http://cintalestari.wordpress.com/2009/08/29/chronic-obstructive-pulmonal-disease-copd/
http://en.wikipedia.org/wiki/Cor_pulmonale
http://bayuaslilow.multiply.com/journal/item/2
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=CLINICAL+UPDATE+2009%3A+Cystic+Fibrosis&dn=20081209064030
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.pdf/14DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.html
http://books.google.co.id/books?id=wzIGJflmD4gC&pg=PA184&lpg=PA184&dq=%22prevalensi+kor+pulmonal%22&source=bl&ots=c0hU0FIQt2&sig=eTKShvi2moK1eAo6SL65E2rXq0&hl=id&ei=RxzbStefK9CAkQX7gZnJDg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=8&ved=0CBgQ6AEwBw#v=onepage&q=&f=false
Tidak ada komentar:
Posting Komentar