I.
Konsep Medis
A. Pengertian
Asma
Bronchiale adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten reversibel dimana
trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer & Suzanne, 2001)
asma didefinisikan suatu keadaan klinik yang ditandai oleh
terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel. (Price, 1994)
B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial
a.
Faktor predisposisi
Ø Genetik
Dimana diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
b.
Faktor presipitasi
Ø Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex:
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex:
perhiasan, logam dan jam tangan
Ø
Perubahan
cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Ø Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itujuga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
Ø Lingkungan
kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.
Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Ø Olah raga/
aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Patofisiologi
Asma
ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab umum adalah hipersensitivitas
bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi membentukàyang timbul pada asma tipe alergi
diduga terjadi dengan cara: seseorang alergi
reaksi alergi. Pada asma, antibodi iniàsejumlah antibodi IgE abnormal terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi IgE orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien),
faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor
ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhiolus kecil maupun sekresi
mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada
asma, diameter bronkhiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi
karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian
luar bronkhiolus. Bronkhiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi.pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik
dan adekuat tetapi hanya sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesulitan mengeluarkan udara ekspirasi
dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel chest.
D. Klasifikasi
Asma
diklasifikasikan kedalam 6 tipe (Nettinna, 1996)
yaitu:
1. Asma ekstrinsik yang disebabkan oleh alergen inhalasi
(misalnya debu, embun berdebu, jamur, serbuk, buhi dan rontokan bulu binatang
dan diobati dengan imunologlobin E (IGE),
2. Asma intrinsik yang disebabkan oleh infeksi (sering virus)
dan rangsangan lingkungan (seperti
polusi udara),
3. Asma campuran dimana reaktivitas tipe I (segera) tanpa
kombinasi dengan faktor intrinsik ,
4. Asma akibat aspirin dan zat yang sejenis,
5. Asma akibat latihan dimana gejala pernafasan terjadi dalam 5
sampai 20 menit setelah latihan.
6. Asma okupasi yang disebabkan oleh asap industri, debu dan
gas.
klasifikasi
asma dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Asma ekstrinsik adalah asma anak-anak, berhubungan dengan
atropi (atopi diatesis alergika familial, bermanifestasi sebagai eksema dan hay
fever saat anak-anak) sering kali sembuh pada saat memasuki usia remaja,
walaupun bisa timbul kembali pada saat dewasa.
2. Asma intrinsik, berkembang dalam tahap kehidupan
selanjutnya, lebih jarang disebabkan oleh alergi, bisa lebih progresif dan
respon terhadap terapi tidak begitu baik.
3. Asma berhubungan dengan pekerjaan, bila berhubungan dengan
alergen industri / tempat kerja misalnya bahan fotokopi dan lain-lain.
E. Manifestasi Klinis
Tiga
gejala umum asma adalah batuk, dispenea, dan mengi. Pada beberapa keaadaan
batuk merupakan satu-satunya gejala, serangan asma sering kali terjadi pada
malam hari. (Smeltzer & Suzanne, 2001)
Biasanya
pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk
dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras.
Gejala
klasik: sesak nafas, mengi (wheezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada
yang merasa nyeri di dada. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala yang
timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi
dada, takikardi, dan pernafasan cepat-dangkal. Serangan asma sering terjadi
pada malam hari.
F. Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan
radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
Ø
Bila disertai dengan bronkhitis,
maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
Ø
Bila terdapat komplikasi empisema
(COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
Ø
Bila terdapat komplikasi, maka
terdapat gambaran infiltrat pada paru
Ø
Dapat pula menimbulkan gambaran
atelektasis lokal
Ø
Bila terjadi pneumonia mediastinum,
pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.
b. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor
alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada
asma.
c.
Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang
terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian dan disesuaikan dengan
gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
Ø
Perubahan aksis jantung, pada
umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation
Ø
Terdapat tanda-tanda hipertropi otot
jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle branch Block)
Ø
Tanda-tanda hipoksemia, yaitu
terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negatif.
d. Scanning Paru
Dapat diketahui bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
e.
Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel.
Pemeriksaan spirometri tdak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
G. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul (vietha, 2009)adalah:
1. Status
asmatikus adalah
setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak
memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat
digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang
intensif.
2. Atelektasis
adalah pengerutan sebagian atau
seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus)
atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia
adalah tubuh kekurangan oksigen
4.
Pneumotoraks
adalah terdapatnya udara pada rongga
pleura yang menyebabkan kolapsnya paru.
5.
Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya
adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru
menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
H. Penatalaksanaan
Prinsip
umum pengobatan asma bronchial adalah :
1.
Menghilangkan obstruksi jalan nafas
dengan segara.
2.
Mengenal dan menghindari
fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3.
Memberikan penerangan kepada
penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnyasehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan
danbekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
ü Memberikan penyuluhan
ü Menghindari faktor pencetus
ü Pemberian cairan
ü Fisiotherapy
ü Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
ü Bronkodilator : obat yang melebarkan
saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a.
Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin
dan efedrin)
Nama
obat :
-
Orsiprenalin (Alupent)
-
Fenoterol (berotec)
-
Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk
tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler
dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma
serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel
yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b.
Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik,
tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan
efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin
dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke
pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya
sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit
lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam
bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria
ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin
(misalnya muntah atau lambungnya kering).
c. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya
baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
d.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral. (tanjung, 2003)
I. Pencegahan
Pasien
dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan mengindentifikasi substansi
yang
mencetuskan terjadinya serangan. penyebab yang
mungkin dapat saja bantal, kasur, pakaian jenis tertentu,
hewan peliharaan, kuda, detergen, sabun, makanan
tertentu, jamur dan serbuk sari. jika serangan berkaitan
dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi
dugaan kuat. upaya harus dibuat untuk menghindari
agen penyebab kapan saja memungkinkan (Smeltzer & Suzanne, 2001)
mencetuskan terjadinya serangan. penyebab yang
mungkin dapat saja bantal, kasur, pakaian jenis tertentu,
hewan peliharaan, kuda, detergen, sabun, makanan
tertentu, jamur dan serbuk sari. jika serangan berkaitan
dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi
dugaan kuat. upaya harus dibuat untuk menghindari
agen penyebab kapan saja memungkinkan (Smeltzer & Suzanne, 2001)
usaha-usaha
pencegahan asma dapat dilakukan :
a. Menjaga Kesehatan Tubuh
Menjaga kesehatan tubuh merupakan
usaha yang tidak terpisahkan dari pengobatan penyakit asma bronchiale. Usaha
yang dilakukan berupa makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak,
istirahat yang cukup, rekreasi dan olah raga yang sesuai untuk mengatasi
penyakit.
b. Menjaga Kebersihan Lingkungan
Lingkungan dimana penderita hidup
sehari-hari sangat mempengaruhi timbulnya serangan penyakit asma, keadaan rumah
misalnya sangat penting diperhatikan, rumah sebaiknya tidak lembab, cukup
ventilasi dan cahaya matahari, saluran pembuangan air limbah harus lancar, dan
kamar tidur sesedikit mungkin berisi barang-barang untuk menghindari debu
rumah.
c. Menghindari faktor pencetus serangan penyakit asma
perubahan dalam suhu lingkungan,
pertukaran atmosfir (asap rokok dan industri ozon), bau yang menyengat (parfum)
alergen, olah raga yang berlebihan, stres dan gangguan emosional.
d. Menggunakan obat-obat anti penyakit asma, sebagai pencegah
penyakit.
II.
Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan masa lalu
Ø
Kaji riwayat pribadi atau keluarga
tentang penyakit paru sebelumnya
Ø
Kaji riwayat reksi alergi atau
sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan
b. Aktivitas
Ø
Ketidakmampuan melakukan aktivitas
karena sulit bernafas
Ø
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan
kebutuhan bentuan melakukan aktivitas sehari-hari
Ø
Tidur dalam posisi duduk tinggi
c. Pernapasan
Ø
Dispnea pada saat istirahat atau
respon terhadap aktivitas atau latihan
Ø
Napas memburuk ketika klien
berbaring telentang di tempat tidur
Ø
Menggunakan alat bantu pernapasan,
misal meninggikan bahu, melebarkan hidung.
Ø
Adanya bunyi napas mengi
Ø
Adanya batuk berulang
d. Sirkulasi
Ø
Adanya peningkatan tekanan darah
Ø
Adanya peningkatan frekuensi jantung
Ø
Warna kulit atau membran mukosa
normal/abu-abu/sianosis
e. Integritas ego
Ø
Ansietas
Ø
Ketakutan
Ø
Peka rangsangan
Ø
Gelisah
f. Asupan nutrisi
Ø
Ketidakmampuan untuk makan karena
distress pernapasan
Ø
Penurunan berat badan karena
anoreksia
g. Hubungan sosial
Ø
Keterbatasan mobilitas fisik
Ø
Susah bicara atau bicara
terbata-bata
Ø
Adanya ketergantungan pada orang
lain
B.
Diagnosa dan Intervensi
3. Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi
sekret, penurunan energi/kelemahan.
Ø Tujuan
: Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih / jelas.
Ø Kriteria
Hasil : Menunjukan perilaku perbaikan bersihan jalan nafas,
misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Ø Intervensi:
v Mandiri
ü Auskultasi
bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya : mengi, ronki.
R
: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
nafas dan dapat / tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
ü
Kaji /
pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
R
: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stres.
ü
Pertahankan
polusi lingkungan minimum misalnya : debu, asap yang berhubungan dengan kondisi
individu.
R :
Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut.
ü
Dorong /
bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R
: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
ü
Observasi
karakteristik batuk misal : menetap, batuk pendek dan basah.
R : Batuk dapat menetap tapi tidak
efektif terutama pada lansia, sakit akut atau kelemahan.
v
Kolaborasi :
ü Berikan obat
sesuai indikasi.
·
Bronkodilator
misal : adrenalin dan profentil.
R :
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan produksi mukus
dan mengi.
·
Xantin misal :
aminopillin, okstripillin dan teofilin.
R
: Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan
langsung siklus AMP.
·
Berikan
humidifikasi tambahan misal : nebulizer ultranik
R : Kelembaban
menurunkan sekret dan mempermudah pengeluaran.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, spasme
bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Ø Tujuan
: Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Ø Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam
program pengobatan dalam meningkatkan kemampuan / situasi.
Ø Intervensi :
v Mandiri
ü Kaji frekuensi,
kedalaman pernafasan dan penggunaan otot aksesori.
R
: Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan.
ü Tinggikan
kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas.
R
: pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi.
ü Kaji / awasi
secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
R
: Sianosis mungkin perifer (pada kuku) atau sentral (bibir / daun
telinga).
ü Dorong
mengeluarkan sputum.
R : Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber
utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil.
v Kolaborasi :
ü Berikan
oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi.
R
: dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia.
ü Berikan penekan
SSP misal : sedatif atau narkotik dengan hati-hati.
R
: digunakan untuk mengontrol ansietas / gelisah yang meningkatkan
konsumsi oksigen.
5. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, anoreksia, mual
/ muntah.
Ø Tujuan
: Menunjukan peningkatan BB menuju tujuan yang tepat.
Ø Kriteria Hasil : Menunjukan perilaku /
perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / atau mempertahankan berat yang
tepat.
Ø Intervensi
:
v Mandiri
ü Kaji kebiasaan
diet, masukkan makanan saat ini.
R
: pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea,
produksi sputum.
ü Auskultasi
bunyi usus.
R :
Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
ü Berikan
perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
R
: Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama
terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah.
ü Hindari
makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
R
: Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen.
ü Timbang berat
badan sesuai indikasi.
R :
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana
nutrisi.
v Kolaborasi
ü Konsultasi
ahli gizi / nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna.
R
: metode makanan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi /
kebutuhan individu.
ü Berikan oksigen
tambahan selama makan sesuai indikasi.
R :
menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan dan meningkatkan
masukan.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan tidak adekuatnya pertahanan utama dan imunitas.
Ø Tujuan
: Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu.
Ø Kriteria
hasil : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah /
menurunkan resiko infeksi. Menunjukan tekhnik, perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
Ø Intervensi:
v Mandiri
ü Observasi
suhu tubuh klien.
R : demam dapat
terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
ü Kaji
pentingnya latihan nafas, batuk efektif dan masukan cairan adekuat.
R : Aktivitas ini
meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko infeksi
paru.
ü Observasi
warna, karakter dan bau sputum.
R
: sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi
paru.
ü Tunjukkan
dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
R :
Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
v Kolaborasi
ü Dapatkan
spesimen batuk atau penghisapan sputum pewarnaan kuman gram negatif.
R
: dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan
kerentanan terhadap anti mikrobial.
ü Berikan anti
mikrobial sesuai indikasi.
R
: Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengan kultur.
7. Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan kurang informasi.
Ø Tujuan
: Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Ø Kriteria
Hasil : Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada
dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab.
Ø Intervensi :
v Mandiri
ü Jelaskan
proses penyakit individu, dorong pasien dan keluarga untuk bertanya.
R
: menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi
pada rencana pengobatan.
ü Instruksikan
rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
R
: nafas abdominal menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan
kolaps jalan nafas kecil.
ü Diskusikan obat
pernafasan, efek samping dan reaksi yang diinginkan.
R
: Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping
mengganggu dan efek samping merugikan.
ü Diskusikan faktor
individu yang meningkatkan kondisi.
R :
faktor lingkungan dapat menimbulkan / meningkatkan iritasi bronkial dan
menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas.
ü Tekankan
pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
R :
menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut dimana dapat menimbulkan infeksi
saluran nafas atas. (Doenges, 1999, p.
156)
C. Implementasi
Tahap ini merupakan tahap keempat
dalam proses keperawatan, oleh karena itu pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat
urgen, urgen dan tidak urgen (non urgen).
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga
tahapan yang harus dilalui yaitu: persiapan, perencanaan dan pendokumentasian.
(Griffith, 1986; dikutip dari Nursalam, 2001; 53).
a.
Fase
Persiapan meliputi :
1. Review antisipasi tindakan
keperawatan
2. Menganalisa pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan
3. Mengetahui komplikasi yang mungkin
timbul
4. Persiapan alat (resources)
5. Persiapan lingkungan yang kondusif
6. Mengidentifikasi aspek hukum dan
etik
b. Fase
Intervensi terdiri atas :
1. Independen :
tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau
tim kesehatan lainnya.
2. Interdependen
: tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan kesehatan lainnya (gizi,
dokter, laboratorium dan lain-lain).
3. Dependen :
berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis
dilakukan.
c.
Fase
Dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari
tindakan yang telah dilaksanakan.
Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada
klien dengan Asma Bronkial, perawat dapat berperan sebagai pelaksana
keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi, konselor dan pencatat/
penghimpun data.
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir
dari proses keperawatan yang digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan
dari asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung terus menerus yang diarahkan
pada pencapaian tujuan yang diinginkan.
Dalam hal ini penilaian yang
diharapkan pada klien dengan gangguan sistem pernafasan Asma Bronkial adalah:
1. Jalan nafas bersih.
2. Pertukaran gas
berjalan dengan baik atau normal.
3. Nutrisi
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
4. Infeksi tidak
terjadi atau dapat dicegah.
5. Pengetahuan
klien dan keluarga tentang kondisi penyakitnya bertambah (Doenges, 1999, p. 155).
Daftar Pustaka
Doenges, M. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Nettinna, S. M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Price, S. A. (1994). Konsep Klinis Proses - proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar