Dalam
melakukan pengkajian dengan baik, maka diperlukan pemahaman, latihan dan ketrampilan
mengenal tanda dan gejala yang ditampilkan oleh pasien. Proses ini dilaksanakan
melalui interaksi perawatan dari klien, observasi, dan pengukuran.
Tujuan melakukan pengkajian
1. Mengkaji fungsi kardiovaskuler
2. Mengenal secara dini adanya gangguan nyata maupun potensial
3. Mengidentifikasi penyebab gangguan
4. Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada serta menghindari masalah yang akan terjadi
Tekhnik pengkajian
Pengkajian dapat dilakukan minimal sekali, tetapi dapat dilakukan beberapa kali secara teratur, misal setiap jam pada pasien kritis. Tekhnik pengkajian meliputi :
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Wawancara :
1. Keluhan utama
Tanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien sehingga ia perlu pertolongan. Keluhan yang harus diperhatikan antara lain sesak napas, nyeri dada menjalar ke arah lengan, cepat lelah, batuk lendir atau berdarah, pingsan, berdebar-debar, dan lainnya sesuai dengan patologi penyakitnya.
2. Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Tanyakan tentang perjalanan penyakit sejak keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misal :
a. tanyakan sejak kapan keluhan dirasakan,
b. berapa kali keluhan terjadi,
c. bagaimana sifat keluhan,
d. kapan dan apa penyebab keluhan,
e. keadaan apa yang memperburuk dan memperingan keluhan,
f. bagaimana usaha untuk mengatasi keluhan sebelum meminta pertolongan,
g. berhasilkan tindakan tersebut
3. Riwayat penyakit terdahulu (RPD)
Tanyakan tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya :
a. tanyakan apakah klien pernah dirawat sebelumnya
b. dengan penyakit apa,
c. pernahkah mengalami sakit yang berat
4. Riwayat tambahan disesuaikan dengan patologi penyakitnya
a. riwayat keluarga
b. riwayat pekerjaan
c. riwayat geografi
d. riwayat alergi
e. kebiasaan sosial
f. kebiasaan merokok
Pemeriksaan fisik (umum)
(Chepalokaudal)
Keadaan Umum : KU baik/sedang/lemah
Kesadaran : Compos Mentis, Apatis, Stupor, Koma
Vital sign : TD: ____mmHg, RR: ___x/mnt, N: ____x/mnt, S: ___oC BB/TB :
Kepala :
Bentuk mesosepal ataukah ada kelainan, adakah jejas
Rambut ______________
Telinga _______________
Hidung _______________
Mata ________________
Mulut dan gigi : ________
Leher :
Kaji adanya pembesaran lnn, kaji adanya JVP (misal pembesaran lnn (-), peningkatan JVP (-)
Thoraks :
Inspeksi : Lihat adanya jejas, lihat gerak dada dan pengembangan dada, adakah kelainan, lihat adanya retraksi dada, sesuaikan dengan alasan masuk
Palpasi : Kaji pengembangan dada, rasakan adakah perbedaan antara dada kanan dan kiri
Perkusi : Lakukan perkusi pada semua area paru
Auskultasi : Lakukan auskultasi pada semua area paru dan jantung
Pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler
Secara topografik jantung berada di bagian depan rongga mediastinum
Bagian dada yang ditempati oleh proyeksi jantung yang seperti terlukis di atas itu dinamakan prekordium
ALAT YANG DIPERLUKAN : Double Lumen-Stetoskop dan Timer
Pertimbangan umum :
· Pakaian atas pasien harus disiapkan dalam keadaan terbuka.
· Ruang pemeriksaan harus tenang untuk menampilkan auskultasi yang adekuat.
· Tetap selalu menjaga privacy pasien
· Prioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda kegawatan.
Inspeksi Jantung
Tanda-tanda yang diamati :
(1) bentuk prekordium
(2) Denyut pada apeks jantung
(3) Denyut nadi pada dada
(4) Denyut vena
Bentuk prekordium :
1. Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris
2. Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis
3. Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum
Denyut apeks jantung
1. Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat di dalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra
2. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV
3. Sifat iktus :
– Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
– Iktus hanya terjadi selama systole. Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari systole.
Denyutan nadi pada dada
1. Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta
2. Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden
Denyut vena
1. Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan
2. Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna
Palpasi jantung
Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan iktus cordis
2. Pemeriksaan getaran / thrill
3. Pemeriksaan gerakan trachea
Pemeriksaan iktus cordis
1. Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat angkat atau tidak
2. Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus
3. Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri.
Pemeriksaan getaran/thrill
1. Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau penyakit jantung congenital.
2. Disini harus diperhatikan :
– Lokalisasi dari getaran
– Terjadinya getaran : saat systole atau diastole
– Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat.
– Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung
Pemeriksaan gerakan trakhea
1. Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan karena anatomi trachea berhubungan dengan arkus aorta
2. Pada aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba
Perkusi jantung
1. Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung
a. Batas kiri jantung
b. Batas kanan jantung
2. Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta
Batas kiri jantung
1. Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
2. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri
3. Normal
Atas : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah : SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( tempat iktus)
Batas kanan jantung
1. Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
2. Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan thorak
3. Normal :
– Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea parasternalis kanan
– Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan
Auskultasi jantung
1. Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop duplek, yang memiliki dua corong yang dapat dipakai bergantian.
2. Corong pertama berbentuk kerucut (bell)yang sangat baik untuk mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi (apeks)
3. Corong yang kedua berbentuk lingkaran (diafragma) yang sangat baik untuk mendengarkan bunyi dengan nada rendah
Pada auskultasi diperhatikan 2 hal, yaitu :
1. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II
BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole
BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole
BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I
2. Bising jantung / cardiac murmur
Bunyi jantung 1 (S1)
1. Daerah auskultasi untuk BJ I :
– Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.
– Pada ruang interkostal IV – V kanan, pada tepi sternum : katub trikuspidalis terdengar disini
– Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat yang baik pula untuk mendengar katub mitral.
2. Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:
– stenosis mitral
– interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
– pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya pada kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.
3. Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :
– shock hebat
– interval PR yang memanjang
– decompensasi hebat.
Bunyi jantung 2 (S2)
1. Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :
– hipertensi
– arterisklerosis aorta yang sangat.
2. Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
– kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital
3. BJ I dan II akan melemah pada :
– orang yang gemuk
– emfisema paru-paru
– perikarditis eksudatif
– penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung
Bising jantung
1. Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah bising terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk menentukan bising systole atau diastole ialah dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah bising systole.
2. Tentukan lokasi bising yang terkeras.
3. Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang keras akan dijalarkan lebih dulu.
4. Perhatikan derajat intensitas bising tersebut, Ada 6 derajat bising :
(1)Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar merupakan suara bising.
(2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.
(3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai intensitas diantara (2) dan (5).
(5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak diletakkan pada dinding dada.
(6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop.
5. Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang meniup, bising yang melagu
Pemeriksaan pembuluh darah perifer
1. Pada pemeriksaan pembuluh darah perifer hal yang biasa dilakukan adalah palpasi nadi.
2. Pada pemeriksaan yang rutin yang dilakukan adalah palpasi nadi dari a. radialis.
3. Pada palpasi nadi harus diperhatikan hal-hal di bawah ini :
l Frekuensi nadi
l Tegangan nadi
l Irama nadi
l Macam denyut nadi
Tujuan melakukan pengkajian
1. Mengkaji fungsi kardiovaskuler
2. Mengenal secara dini adanya gangguan nyata maupun potensial
3. Mengidentifikasi penyebab gangguan
4. Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada serta menghindari masalah yang akan terjadi
Tekhnik pengkajian
Pengkajian dapat dilakukan minimal sekali, tetapi dapat dilakukan beberapa kali secara teratur, misal setiap jam pada pasien kritis. Tekhnik pengkajian meliputi :
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Wawancara :
1. Keluhan utama
Tanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien sehingga ia perlu pertolongan. Keluhan yang harus diperhatikan antara lain sesak napas, nyeri dada menjalar ke arah lengan, cepat lelah, batuk lendir atau berdarah, pingsan, berdebar-debar, dan lainnya sesuai dengan patologi penyakitnya.
2. Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Tanyakan tentang perjalanan penyakit sejak keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misal :
a. tanyakan sejak kapan keluhan dirasakan,
b. berapa kali keluhan terjadi,
c. bagaimana sifat keluhan,
d. kapan dan apa penyebab keluhan,
e. keadaan apa yang memperburuk dan memperingan keluhan,
f. bagaimana usaha untuk mengatasi keluhan sebelum meminta pertolongan,
g. berhasilkan tindakan tersebut
3. Riwayat penyakit terdahulu (RPD)
Tanyakan tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya :
a. tanyakan apakah klien pernah dirawat sebelumnya
b. dengan penyakit apa,
c. pernahkah mengalami sakit yang berat
4. Riwayat tambahan disesuaikan dengan patologi penyakitnya
a. riwayat keluarga
b. riwayat pekerjaan
c. riwayat geografi
d. riwayat alergi
e. kebiasaan sosial
f. kebiasaan merokok
Pemeriksaan fisik (umum)
(Chepalokaudal)
Keadaan Umum : KU baik/sedang/lemah
Kesadaran : Compos Mentis, Apatis, Stupor, Koma
Vital sign : TD: ____mmHg, RR: ___x/mnt, N: ____x/mnt, S: ___oC BB/TB :
Kepala :
Bentuk mesosepal ataukah ada kelainan, adakah jejas
Rambut ______________
Telinga _______________
Hidung _______________
Mata ________________
Mulut dan gigi : ________
Leher :
Kaji adanya pembesaran lnn, kaji adanya JVP (misal pembesaran lnn (-), peningkatan JVP (-)
Thoraks :
Inspeksi : Lihat adanya jejas, lihat gerak dada dan pengembangan dada, adakah kelainan, lihat adanya retraksi dada, sesuaikan dengan alasan masuk
Palpasi : Kaji pengembangan dada, rasakan adakah perbedaan antara dada kanan dan kiri
Perkusi : Lakukan perkusi pada semua area paru
Auskultasi : Lakukan auskultasi pada semua area paru dan jantung
Pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler
Secara topografik jantung berada di bagian depan rongga mediastinum
Bagian dada yang ditempati oleh proyeksi jantung yang seperti terlukis di atas itu dinamakan prekordium
ALAT YANG DIPERLUKAN : Double Lumen-Stetoskop dan Timer
Pertimbangan umum :
· Pakaian atas pasien harus disiapkan dalam keadaan terbuka.
· Ruang pemeriksaan harus tenang untuk menampilkan auskultasi yang adekuat.
· Tetap selalu menjaga privacy pasien
· Prioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda kegawatan.
Inspeksi Jantung
Tanda-tanda yang diamati :
(1) bentuk prekordium
(2) Denyut pada apeks jantung
(3) Denyut nadi pada dada
(4) Denyut vena
Bentuk prekordium :
1. Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris
2. Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis
3. Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum
Denyut apeks jantung
1. Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat di dalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra
2. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV
3. Sifat iktus :
– Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
– Iktus hanya terjadi selama systole. Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari systole.
Denyutan nadi pada dada
1. Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta
2. Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden
Denyut vena
1. Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan
2. Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna
Palpasi jantung
Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan iktus cordis
2. Pemeriksaan getaran / thrill
3. Pemeriksaan gerakan trachea
Pemeriksaan iktus cordis
1. Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat angkat atau tidak
2. Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus
3. Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri.
Pemeriksaan getaran/thrill
1. Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau penyakit jantung congenital.
2. Disini harus diperhatikan :
– Lokalisasi dari getaran
– Terjadinya getaran : saat systole atau diastole
– Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat.
– Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung
Pemeriksaan gerakan trakhea
1. Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan karena anatomi trachea berhubungan dengan arkus aorta
2. Pada aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba
Perkusi jantung
1. Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung
a. Batas kiri jantung
b. Batas kanan jantung
2. Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta
Batas kiri jantung
1. Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
2. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri
3. Normal
Atas : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah : SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( tempat iktus)
Batas kanan jantung
1. Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
2. Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan thorak
3. Normal :
– Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea parasternalis kanan
– Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan
Auskultasi jantung
1. Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop duplek, yang memiliki dua corong yang dapat dipakai bergantian.
2. Corong pertama berbentuk kerucut (bell)yang sangat baik untuk mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi (apeks)
3. Corong yang kedua berbentuk lingkaran (diafragma) yang sangat baik untuk mendengarkan bunyi dengan nada rendah
Pada auskultasi diperhatikan 2 hal, yaitu :
1. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II
BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole
BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole
BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I
2. Bising jantung / cardiac murmur
Bunyi jantung 1 (S1)
1. Daerah auskultasi untuk BJ I :
– Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.
– Pada ruang interkostal IV – V kanan, pada tepi sternum : katub trikuspidalis terdengar disini
– Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat yang baik pula untuk mendengar katub mitral.
2. Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:
– stenosis mitral
– interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
– pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya pada kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.
3. Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :
– shock hebat
– interval PR yang memanjang
– decompensasi hebat.
Bunyi jantung 2 (S2)
1. Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :
– hipertensi
– arterisklerosis aorta yang sangat.
2. Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
– kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital
3. BJ I dan II akan melemah pada :
– orang yang gemuk
– emfisema paru-paru
– perikarditis eksudatif
– penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung
Bising jantung
1. Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah bising terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk menentukan bising systole atau diastole ialah dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah bising systole.
2. Tentukan lokasi bising yang terkeras.
3. Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang keras akan dijalarkan lebih dulu.
4. Perhatikan derajat intensitas bising tersebut, Ada 6 derajat bising :
(1)Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar merupakan suara bising.
(2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.
(3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai intensitas diantara (2) dan (5).
(5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak diletakkan pada dinding dada.
(6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop.
5. Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang meniup, bising yang melagu
Pemeriksaan pembuluh darah perifer
1. Pada pemeriksaan pembuluh darah perifer hal yang biasa dilakukan adalah palpasi nadi.
2. Pada pemeriksaan yang rutin yang dilakukan adalah palpasi nadi dari a. radialis.
3. Pada palpasi nadi harus diperhatikan hal-hal di bawah ini :
l Frekuensi nadi
l Tegangan nadi
l Irama nadi
l Macam denyut nadi
Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan Fisik Sistem
Kardiovaskuler
Pemeriksaan
fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari
suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi),
meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).
Urutan
pemeriksaan berjalan secara logis dari kepala ke kaki, dan bila telah terlatih
dapat dilakukan hanya dalam waktu sekitar 10 menit : (1) keadaan umum, (2)
tekanan darah, (3) nadi, (4) tangan, (5) kepala dan leher, (6) jantung, (7)
paru, (8) abdomen dan (9) kaki serta tungkai.
Dalam
pemeriksaan selanjutnya pada jantung disamping ditemukan adanya hasil
pemeriksaan normal, juga bisa kita dapati kelainan-kelainan hasil pemeriksaan
fisik yang meliputi antara lain : batas jantung yang melebar, adanya berbagai
variasi abnormal bunyi jantung dan bunyi tambahan berupa bising (murmur).
1.
Keadaan Umum
Observasi
tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan dijelaskan.
Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara logis sangat penting
dilakukan karena merupakan cara untuk menentukan apakah oksigen mampu mencapai
otak (perfusi otak). Kesadaran klien perlu dinilai secara umum yaitu compos
mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokomatous, atau koma.
2.
Pemeriksaan Tekanan Darah
Tekanan
darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri, dan
volume, laju serta kekentalan (viskositas) darah. Tekanan darah biasanya
digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolic, dengan
nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Teknik penggukuran
tekanan darah meliputi :
•
Manset spignomanometer diikatkan pada lengan atas, stetoskop ditempatkan
pada arteri brakialis pada permukaan ventral siku agak bawah manset
spigmomanometer.
•
Tekanan dalam spigmomanometer dinaikkan dengan memompa udara ke dalam
manset sampai denyut radial dan brachial menghilang. Manset dikembangkan lagi
sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial kemudian
tekanan didalam spigmomanometer di turunkan secara perlahan.
•
Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, baca tekanan yang
tercantum pada skala spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan sistolik.
•
Suara denyyutan nadi selanjutnya agak keras dan tetap terdengar sekeras
itu sampai suatu saat denyutannya melemah atau menghilang sama sekali. Suara
denyutan terakhir adalah tekanan diastolic.
3.
Pemeriksaan Nadi
Palpasi
Penilaian palpasi meliputi frekuensi, irama, kualitas, konfigurasi gelombang, dan keadaan pembuluh darah.
Frekuensi
jantung normal
Usia
|
Frekuensi
jantung (denyut/menit)
|
Bayi
|
120-160/mnt
|
todler
|
90-140/mnt
|
Prasekolah
|
80-110/mnt
|
Usia
sekolah
|
75-100/mnt
|
Remaja
|
60-90/mnt
|
Dewasa
|
60-100/mnt
|
Irama
Secara
normal irama merupakan interval reguler yang terjadi antara setiap denyut nadi
atau jantung. Bila irama nadi tidak teratur, maka frekuensi jantung harus
dihitung dengan melakukan auskultasi denyut apikal selama satu menit penuh
sambil meraba denyut nadi. Setiap perbadaan antara kontraksi yang terdengar dan
nadi yang teraba harus dicatat. Gangguan irama (disritmia) sering
mengakibatkan defisit nadi, suatu perbedaan antara frekuensi
apeks (frekuensi jantung yang terdengar di apeks jantung) dan frekuensi nadi.
Defisit nadi biasanya terjadi pada fibrilasi atrium, flutter atrium,
kontraksi ventrikel premature dan berbagai derajat blok jantung.
Kekuatan
nadi
Kekuatan
atau amplitudo dari nadi menunjukkan volume darah yang diejeksikan ke dinding
arteri pada setiap kontraksi jantung dan kondisi sistem pembuluh darah arterial
yang mengarah pada nadi. Secara normal, kekuatan nadi tetap sama pada setiap
denyut jantung.
0 tidak ada, tidak dapat
dipalpasi
1+
nadi hilang, sangat sulit dipalpasi, mudah hilang
2+
mudah dipalpasi, nadi normal
3+
nadi penuh, meningkat
4+
kuat, nadi memantul, tidak dapat hilang
4.
Tangan
Pada
pasien jantung, yang berikut merupakan temuan yang paling penting untuk
diperhatikan saat memeriksa ekstremitas atas :
· Sianosis perifer, dimana kulit tampak
kebiruan, menunjukkan penurunan kecepatan aliran darah ke perifer, sehingga
perlu waktu yang lebih lama bagi hemoglobin mengalami desaturasi. Normal
terjadi pada vasokonstriksi perifer akibat udara dingin, atau pada penurunan
aliran darah patologis, misalnya, syok jantung.
· Pucat, dapat menandakan anemia
atau peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
· Waktu pengisian kapiler (CRT=Capillary Refill
Time), merupakan dasar memperkirakan kecepatan aliran darah perifer. Untuk
menguji pengisian kapiler, tekanlah dengan kuat ujung jari dan kemudian
lepaskan dengan cepat. Secara normal, reperfusi terjadi hampir seketika dengan
kembalinya warna pada jari. Reperfusi yang lambat menunjukkan kecepatan aliran
darah perifer yang melambat, seperti terjadi pada gagal jantung.
· Temperatur dan kelembapan
tangan dikontrol
oleh sistem saraf otonom. Normalnya tangan terasa hangat dan kering. Pada
keadaan stress, akan terasa dingin dan lembab. Pada syok jantung, tangan sangat
dingin dan basah akibat stimulasi sistem saraf simpatis dan mengakibatkan
vasokonstriksi.
· Edema meregangkan kulit dan
membuatnya susah dilipat.
· Penurunan turgor kulit terjadi pada
dehidrasi dan penuaan.
· Penggadaan (clubbing) jari
tangan dan jari kakimenunjukkan
desaturasi hemoglobin kronis, seperti pada penyakit jantung congenital.
5.
Pemeriksaan Vena Jugularis
Perkiraan
fungsi jantung kanan dapat dibuat dengan mengamati denyutan vena jugularis di
leher. Ini merupakan cara memperkirakan tekanan vena sentral, yang mencerminkan
tekanan akhir diastolic atrium kanan atau ventrikel kanan (tekanan sesaat
sebelum kontraksi ventrikel kanan). Vena jugularis diinspeksi untuk mengukur
tekanan vena yang dipengaruhi oleh volume darah, kapasitas atrium kanan untuk
menerima darah dan mengirimkannya ke ventrikel kanan, dan kemampuan ventrikel
kanan untuk berkontraksi dan mendorong darah ke arteri pulmoner.
Teknik
:
•
Minta klien berbaring telentang dengan kepala di tinggikan 30 sampai 45
derajat (posisi semi-Fowler)
•
Pastikan bahwa leher dan toraks atas sudah terbuka. Gunakan bantal untuk
meluruskan kepala.
Hindari hiperekstensi atau fleksi leher untuk memastikan bahwa
vena tidak teregang atau keriting.
•
Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Pada saat klien
kembali ke posisi telentang dengan perlahan, tinggi pulsasi vena mulai
meningkat diatas tinggi manubrium, yaitu 1 atau 2 cm disaat klien mencapai
sudut 45 derajat. Mengukur tekanan vena dengan mengukur jarak vertical antara
sudut Louis dan tingkat tertinggi titik pulsasi vena jugularis interna yang
dapat dilihat.
•
Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris biasa
dengan ujung area pulsasi si vena jugularis. Kemudian ambil penggaris
sentimeter dan buat tegak lurus dengan penggaris pertama setinggi sudut
sternum. Ukur dalam sentimeter jarak antara penggaris kedua dan sudut sternal.
•
Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan bilateral lebih
dari 2,5 cm dianggap meningkat dan merupakan tanda gagal jantung kanan.
Peningkatan tekanan di satu sisi dapat disebabkan oleh obstruksi.
6.
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Toraks/dada
Pasien
berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “Veussure Cardiac”
terdapat penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara
sternum dan apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung .
Adanya
Voussure Cardiaque, menunjukkan adanya kelainan jantung organis, kelainan
jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna,
hipertrofi atau dilatasi ventrikel. Benjolan ini dapat dipastikan dengan
perabaan.
Ictus
Cordis
Pada
orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi
yang disebut ictus cordis pada intercostal V, linea medioclavicularis kiri.
Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2
cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul
pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar,
kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus
keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi
ke dalam. Keadaan ini disebut ictus kordis negatif. Pulsasi yang kuat pada sela
iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi pada supra
sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada hipertrofi ventrikel kanan,
pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah epigastrium.
Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat pada
punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher
bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.
Palpasi
Impuls
apical terkadang dapat pula dipalpasi. Normlanya terasa sebagai denyutan
ringan, dengan diameter 1 sampai 2 cm. Telapak tangan mula-mula digunakan untuk
mengetahui ukuran dan kualitasnya. Bila impuls apical lebar dan kuat, dinamakan
sembulan (heave) atau daya angkat ventrikel kiri. Dinamakan demikian karena
seolah “mengangkat” tangan dari dinding dada selama palpasi.
PMI
abnormal. Bila PMI terletak dibawah ruang interkostal V atau disebelah lateral
garis medioklavikularis, penyebabnya adalah pembesaran ventrikel kiri karena
gagal jantung kiri. Secara normal, PMI hanya teraba pada satu ruang
interkostal. Bila PMI dapat teraba pada dua daerah yang terpisah dan gerakan
denyutannya paradoksal (tidak bersamaan), harus dicurigai adanya aneurisma
ventrikel.
Disamping
adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada telapak
tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising
jantung (murmur) yang kuat pada waktu auskultasi sehingga dapat di palpasi.
Thrill juga dapat dipalpasi diatas pembuluh darah bila ada obstruksi aliran
darah yang bermakna, dan akan terjadi di atas arteri karotis bila ada
penyempitan (stenosis) katup aorta. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa,
demikian pula lokasinya.
Perkusi
Kegunaan
perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada penderita emfisema paru
terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-batas
jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal jantung.
Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium
sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar,
kemungkinan akibat aneurisma aorta.
Untuk
menentukan batas kiri jantung lakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
Batas jantung kiri memanjang dari garis medioklavikularis di ruang interkostal
III sampai V. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relative
kita tetapkan sebagai batas jantung kiri.
Batas
kanan terletak di bawah batas kanan sternum dan tidak dapat dideteksi.
Pembesaran jantung baik ke kiri maupun ke kanan biasanya akan terlihat.
Pada beberapa orang yang dadanya sangat tebal atau obes atau menderita
emfisema, jantung terletak jauh dibawah permukaan dada sehingga bahkan batas
kiri pun tidak jelas kecuali bila membesar.
Auskultasi
Jantung
Pemeriksaan
auskultasi jantung meliputi pemeriksaan bunyi jantung, bising jantung dan
gesekan pericard.
Bunyi
Jantung
Untuk
mendengar bunyi jantung, perhatikan lokalisasi dan asal bunyi jantung, tentukan
bunyi jantung S1 dan S2, intensitas bunyi dan kualitasnya, ada tidaknya bunyi
jantung S3 dan bunyi jantung S4, irama dan frekuensi bunyi jantung, dan bunyi
jantung lain yang menyertai bunyi jantung.
1.
Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Auskultasi
bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
-
Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
katup mitral
-
Intercostal II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang
berasal dari katup pulmonal.
-
Intercostal III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang
berasal dari aorta
-
Intercostal IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau
ujung sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
trikuspidal.
Tempat-tempat
auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak anatomis dari
katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi jantung ke
dinding dada.
2.
Menentukan bunyi jantung I dan II
Pada
orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :
-
Bunyi jantung I (S1), ditimbulkan oleh penutupan
katup-katup mitral dan trikuspidal. Bunyi ini adalah tanda mulainya fase
sistole ventrikel. Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan
terabanya pulsasi nadi pada arteri carotis.
-
Bunyi jantung II (S2), ditimbulkan oleh
penutupan katup-katup aorta dan pulmonal dan tanda dimulainya fase
diastole ventrikel.
3.
Intesitas dan Kualitas Bunyi
Intensitas
bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh tebalnya dinding dada dan adanya cairan
dalam rongga pericard.
Intensitas
dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi yang
terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II di
daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar
daripada bunyi jantung I.
4.
Perhatikan pula kualitas bunyi jantung
Pada
keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I pecah
akibat penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin
ditemukan pada keadaan normal. Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan
normal ditemukan pada waktu inspitasi di mana P 2 lebih lambat dari A 2. Pada
keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak menghilang pada respirasi (fixed
splitting), maka keadaan ini biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan
Right Bundle branch Block (RBBB).
5.
Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV
Bunyi
jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada akhir
pengisian cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks
jantung. Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Dalam
keadaan patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah
jantung dan myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi bunyi seperti derap
kuda, disebut sebagai protodiastolik gallop.
Bunyi
jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat kontraksi
atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak dan pada
orang dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada A – V block dan
hipertensi sistemik. Irama yang terjadi oleh jantung ke 4 disebut presistolik
gallop.
6.
Irama dan frekuensi bunyi jantung
Irama
dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal
irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhythmia cordis.
Frekuensi
bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan dengan
frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih dari
100 kali per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali
per menit disebut bradycardia.
Kadang-kadang
irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih lambat,
keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang
susunan saraf otonom pada S – A node sebagai pacu jantung. Jika irama jantung
sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung normal
sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut
extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang (compensatoir
pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa
aorta, atau stenosa pulmonal.
7.
Paru
Temuan
yang sering ditemukan pada pasien jantung meliputi :
- Takipnea. Napas yang cepat dan dangkal dapat terlihat pada pasien yang mengalami gagal jantung atau kesakitan, atau yang sangat cemas.
- Respirasi chyne-stokes. Pasien yang menderita gagal ventrikel kiri berat dapat memperlihatkan pernapasan chyne-stokes, yang ditandai dengan napas cepat berseling dengan periode apnea.
- Hemoptitis. Sputum yang berbusa merah muda menunjukkan adanya edema pulmo akut.
- Batuk. Batuk kering dan dalam akibat iritasi jalan napas kecil sering dijumpai pada pasien kongesti pulmo akibat gagal jantung.
- Krekels. Gagal jantung atau atelektasis yang berhubungan dengan tirah baring, belatan karena nyeri iskemia, atau efek obat penghilang nyeri dan penenang sering mengakibatkan krekels.
- Mengi. Kompresi pada jalan napas kecil akibat edema jaringan interstitial paru dapat mengakibatkan mengi.
8.
Abdomen
Pada
pasien jantung, ada 2 komponen pemeriksaan abdomen yang sering dilakukan
- Refluks hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat penurunan aliran balik vena yang disebabkan karena gagal ventrikel kanan. Hepar menjadi besar, keras, tidak nyeri tekan, dan halus. Refluks hepatojuguler dapat diperiksa dengan menekan hepar secara kuat selama 30 sampai 60 detik dan akan terlihat peninggian tekanan vena jugularis sebesar 1 cm. Peninggian ini menunjukkan ketidakmampuan sisi kanan jantung menanggapi kenaikan volume.
- Distensi kandung kemih. Haluaran urin merupakan indikator fungsi jantung yang penting. Maka penurunan haluaran urin merupakan temuan signifikan yang harus diselidiki untuk menentukan apakah penurunan tersebut merupakan penurunan produksi urin (yang terjadi bila perfusi ginjal menurun) atau karena ketidakmampuan pasien untuk buang air kecil.
9.
Kaki dan Tungkai
Kebanyakan
pasien yang menderita penyakit jantung mengalami juga penyakit vaskuler
perifer, atau edema perifer akibat gagal ventrikel kanan. Maka pada semua
pasien jantung penting dikaji sirkulasi sirkulasi arteri perifer dan aliran
balik vena.
Prosedur
dan Tes Diagnostik
Tes Laboratorium
· Enzim jantung. Analisis enzim jantung
dalam plasma merupakan bagian dari profil diagnostik untuk mendiagnosa infark
miokard.
· Kimia darah. Meliputi profil lemak,
elektrolit serum, kalium serum, nitrogen urea darah, dan glukosa.
Sinar-X
Dada dan Fluoroskopi
Pemeriksaan
sinar-x dilakukan untuk menentukan ukuran, kontur dan posisi jantung.
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya klasifikasi jantung dan pericardial
dan menunjukkan adanya perubahan fisiologis sirkulasi pulmonal.
Pemeriksaan
fluoroskopi dapat memberikan gambaran visual jantung pada luminescent
x-ray screen. Pemeriksaan ini memperlihatkan denyutan jantung dan pembuluh
darah serta sangat tepat untuk mengkaji kontur jantung yang tidak normal.
Elektrokardiografi
Elektrokardiogram
(EKG) mencerminkan aktivitas listrik jantung yang disadap dari berbagai sudut
pada permukaan kulit. Elektokardiografi terutama sangat berguna untuk
mengevaluasi kondisi yang berbeda disbanding fungsi normal, seperti gangguan
kecepatan dan irama, gangguan hantaran, pembesaran kamar-kamar pada jantung,
adanya infark miokard, dan ketidakseimbangan elektrolit.
Ekokardiografi
Ekokardiografi
adalah tes ultrasound non invasive yang digunakan untuk
memeriksa ukuran, bentuk dan pergerakan struktur jantung. Alat ini sangat
berguna untuk mendiagnosa dan membedakan berbagai murmur jantung. Suatu
ekokardiogram dapat menunjukkan apakah jantung mengalami dilatasi dinding atau
septum mengalami penebalan, atau adanya efusi pericardial. Teknik ini juga
digunakan untuk mempelajari gerakan katup jantung prostetik.
Tes Toleransi Latihan
Tes
Toleransi Latihan (ETT) adalah cara nonvasive untuk mengkaji berbagai aspek
fungsi jantung. Dengan mengevaluasi aksi jantung selama stress fisik, respons
jantung terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dapat ditentukan.
Kateterisasi Jantung
Kateterisasi
jantung adalah prosedur diagnostik invasive dimana satu atau lebih kateter
dimasukkan ke jantung dan pembuluh darah tertentu untuk mengukur tekanan dalam
berbagai kamar jantung dan untuk menentukan saturasi oksigen dalam darah.
Kateter jantung paling sering digunakan untuk mengkaji patensi arteri koronaria
pasien dan untuk menentukan terapi yang diperukan.
Angiografi
Kateterisasi jantung biasanya
dilakukan barsama angiografi, suatu tekhnik
memasukkan media
kontras kedalam sistem pembuluh darah untuk
menggambarkan jantung
dan pembuluh darah.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddath. 2001. Buku
Ajar Keperawatan Medical-Bedah, Ed 8 Vol 2.
Jakarta: EGC
Candrawati, Susiana. Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler. Inhttp://www.scribd.com/doc/16636735/Pemeriksaan-Fisik-kardiovaskuler [16 April 2011]
Candrawati, Susiana. Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler. Inhttp://www.scribd.com/doc/16636735/Pemeriksaan-Fisik-kardiovaskuler [16 April 2011]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar