Tehnik pengkajian precordium



Dalam melakukan pengkajian dengan baik, maka diperlukan pemahaman, latihan dan ketrampilan mengenal tanda dan gejala yang ditampilkan oleh pasien. Proses ini dilaksanakan melalui interaksi perawatan dari klien, observasi, dan pengukuran.
Tujuan melakukan pengkajian
1. Mengkaji fungsi kardiovaskuler
2. Mengenal secara dini adanya gangguan nyata maupun potensial
3. Mengidentifikasi penyebab gangguan
4. Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada serta menghindari masalah yang akan terjadi
Tekhnik pengkajian
Pengkajian dapat dilakukan minimal sekali, tetapi dapat dilakukan beberapa kali secara teratur, misal setiap jam pada pasien kritis. Tekhnik pengkajian meliputi :
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Wawancara :
1. Keluhan utama
Tanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien sehingga ia perlu pertolongan. Keluhan yang harus diperhatikan antara lain sesak napas, nyeri dada menjalar ke arah lengan, cepat lelah, batuk lendir atau berdarah, pingsan, berdebar-debar, dan lainnya sesuai dengan patologi penyakitnya.
2. Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Tanyakan tentang perjalanan penyakit sejak keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misal :
a. tanyakan sejak kapan keluhan dirasakan,
b. berapa kali keluhan terjadi,
c. bagaimana sifat keluhan,
d. kapan dan apa penyebab keluhan,
e. keadaan apa yang memperburuk dan memperingan keluhan,
f. bagaimana usaha untuk mengatasi keluhan sebelum meminta pertolongan,
g. berhasilkan tindakan tersebut
3. Riwayat penyakit terdahulu (RPD)
Tanyakan tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya :
a. tanyakan apakah klien pernah dirawat sebelumnya
b. dengan penyakit apa,
c. pernahkah mengalami sakit yang berat
4. Riwayat tambahan disesuaikan dengan patologi penyakitnya
a. riwayat keluarga
b. riwayat pekerjaan
c. riwayat geografi
d. riwayat alergi
e. kebiasaan sosial
f. kebiasaan merokok
Pemeriksaan fisik (umum)
(Chepalokaudal)
Keadaan Umum : KU baik/sedang/lemah
Kesadaran : Compos Mentis, Apatis, Stupor, Koma
Vital sign : TD: ____mmHg, RR: ___x/mnt, N: ____x/mnt, S: ___oC BB/TB :
Kepala :
Bentuk mesosepal ataukah ada kelainan, adakah jejas
Rambut ______________
Telinga _______________
Hidung _______________
Mata ________________
Mulut dan gigi : ________
Leher :
Kaji adanya pembesaran lnn, kaji adanya JVP (misal pembesaran lnn (-), peningkatan JVP (-)
Thoraks :
Inspeksi : Lihat adanya jejas, lihat gerak dada dan pengembangan dada, adakah kelainan, lihat adanya retraksi dada, sesuaikan dengan alasan masuk
Palpasi : Kaji pengembangan dada, rasakan adakah perbedaan antara dada kanan dan kiri
Perkusi : Lakukan perkusi pada semua area paru
Auskultasi : Lakukan auskultasi pada semua area paru dan jantung
Pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler
Secara topografik jantung berada di bagian depan rongga mediastinum
Bagian dada yang ditempati oleh proyeksi jantung yang seperti terlukis di atas itu dinamakan prekordium
ALAT YANG DIPERLUKAN : Double Lumen-Stetoskop dan Timer
Pertimbangan umum :
· Pakaian atas pasien harus disiapkan dalam keadaan terbuka.
· Ruang pemeriksaan harus tenang untuk menampilkan auskultasi yang adekuat.
· Tetap selalu menjaga privacy pasien
· Prioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda kegawatan.
Inspeksi Jantung
Tanda-tanda yang diamati :
(1) bentuk prekordium
(2) Denyut pada apeks jantung
(3) Denyut nadi pada dada
(4) Denyut vena
Bentuk prekordium :
1. Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris
2. Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis
3. Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum
Denyut apeks jantung
1. Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat di dalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra
2. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV
3. Sifat iktus :
– Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
– Iktus hanya terjadi selama systole. Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari systole.
Denyutan nadi pada dada
1. Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta
2. Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden
Denyut vena
1. Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan
2. Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna
Palpasi jantung
Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan iktus cordis
2. Pemeriksaan getaran / thrill
3. Pemeriksaan gerakan trachea
Pemeriksaan iktus cordis
1. Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat angkat atau tidak
2. Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus
3. Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri.
Pemeriksaan getaran/thrill
1. Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau penyakit jantung congenital.
2. Disini harus diperhatikan :
– Lokalisasi dari getaran
– Terjadinya getaran : saat systole atau diastole
– Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat.
– Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung
Pemeriksaan gerakan trakhea
1. Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan karena anatomi trachea berhubungan dengan arkus aorta
2. Pada aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba
Perkusi jantung
1. Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung
a. Batas kiri jantung
b. Batas kanan jantung
2. Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta
Batas kiri jantung
1. Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
2. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri
3. Normal
Atas : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah : SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( tempat iktus)
Batas kanan jantung
1. Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
2. Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan thorak
3. Normal :
– Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea parasternalis kanan
– Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan
Auskultasi jantung
1. Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop duplek, yang memiliki dua corong yang dapat dipakai bergantian.
2. Corong pertama berbentuk kerucut (bell)yang sangat baik untuk mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi (apeks)
3. Corong yang kedua berbentuk lingkaran (diafragma) yang sangat baik untuk mendengarkan bunyi dengan nada rendah

Pada auskultasi diperhatikan 2 hal, yaitu :
1. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II
BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole
BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole
BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I
2. Bising jantung / cardiac murmur
Bunyi jantung 1 (S1)
1. Daerah auskultasi untuk BJ I :
– Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.
– Pada ruang interkostal IV – V kanan, pada tepi sternum : katub trikuspidalis terdengar disini
– Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat yang baik pula untuk mendengar katub mitral.
2. Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:
– stenosis mitral
– interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
– pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya pada kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.
3. Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :
– shock hebat
– interval PR yang memanjang
– decompensasi hebat.
Bunyi jantung 2 (S2)
1. Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :
– hipertensi
– arterisklerosis aorta yang sangat.
2. Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
– kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital
3. BJ I dan II akan melemah pada :
– orang yang gemuk
– emfisema paru-paru
– perikarditis eksudatif
– penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung
Bising jantung
1. Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah bising terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk menentukan bising systole atau diastole ialah dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah bising systole.
2. Tentukan lokasi bising yang terkeras.
3. Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang keras akan dijalarkan lebih dulu.
4. Perhatikan derajat intensitas bising tersebut, Ada 6 derajat bising :
(1)Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar merupakan suara bising.
(2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.
(3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai intensitas diantara (2) dan (5).
(5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak diletakkan pada dinding dada.
(6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop.
5. Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang meniup, bising yang melagu
Pemeriksaan pembuluh darah perifer
1. Pada pemeriksaan pembuluh darah perifer hal yang biasa dilakukan adalah palpasi nadi.
2. Pada pemeriksaan yang rutin yang dilakukan adalah palpasi nadi dari a. radialis.
3. Pada palpasi nadi harus diperhatikan hal-hal di bawah ini :
l Frekuensi nadi
l Tegangan nadi
l Irama nadi
l Macam denyut nadi
Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler

Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).
Urutan pemeriksaan berjalan secara logis dari kepala ke kaki, dan bila telah terlatih dapat dilakukan hanya dalam waktu sekitar 10 menit : (1) keadaan umum, (2) tekanan darah, (3) nadi, (4) tangan, (5) kepala dan leher, (6) jantung, (7) paru, (8) abdomen dan (9) kaki serta tungkai.
Dalam pemeriksaan selanjutnya pada jantung disamping ditemukan adanya hasil pemeriksaan normal, juga bisa kita dapati kelainan-kelainan hasil pemeriksaan fisik yang meliputi antara lain : batas jantung yang melebar, adanya berbagai variasi abnormal bunyi jantung dan bunyi tambahan berupa bising (murmur).

1. Keadaan Umum

Observasi tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan dijelaskan. Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara logis sangat penting dilakukan karena merupakan cara untuk menentukan apakah oksigen mampu mencapai otak (perfusi otak). Kesadaran klien perlu dinilai secara umum yaitu compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokomatous, atau koma. 

2.  Pemeriksaan Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri, dan volume, laju serta kekentalan (viskositas) darah. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolic, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Teknik penggukuran tekanan darah meliputi :
•   Manset spignomanometer diikatkan pada lengan atas, stetoskop ditempatkan pada arteri brakialis pada permukaan ventral siku agak bawah manset spigmomanometer.
•   Tekanan dalam spigmomanometer dinaikkan dengan memompa udara ke dalam manset sampai denyut radial dan brachial menghilang. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial kemudian tekanan didalam spigmomanometer di turunkan secara perlahan.
•  Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, baca tekanan yang tercantum pada skala spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan sistolik.
•   Suara denyyutan nadi selanjutnya agak keras dan tetap terdengar sekeras itu sampai suatu saat denyutannya melemah atau menghilang sama sekali. Suara denyutan terakhir adalah tekanan diastolic.

3. Pemeriksaan Nadi

Palpasi 

Penilaian palpasi meliputi frekuensi, irama, kualitas, konfigurasi gelombang, dan keadaan pembuluh darah.
Frekuensi jantung normal

Usia
Frekuensi jantung (denyut/menit)
Bayi
120-160/mnt
todler
90-140/mnt
Prasekolah
80-110/mnt
Usia sekolah
75-100/mnt
Remaja
60-90/mnt
Dewasa
60-100/mnt

Irama

Secara normal irama merupakan interval reguler yang terjadi antara setiap denyut nadi atau jantung. Bila irama nadi tidak teratur, maka frekuensi jantung harus dihitung dengan melakukan auskultasi denyut apikal selama satu menit penuh sambil meraba denyut nadi. Setiap perbadaan antara kontraksi yang terdengar dan nadi yang teraba harus dicatat. Gangguan irama (disritmia) sering mengakibatkan defisit nadi, suatu perbedaan antara frekuensi apeks (frekuensi jantung yang terdengar di apeks jantung) dan frekuensi nadi. Defisit nadi biasanya terjadi pada fibrilasi atrium, flutter atrium, kontraksi ventrikel premature dan berbagai derajat blok jantung.

Kekuatan nadi

Kekuatan atau amplitudo dari nadi menunjukkan volume darah yang diejeksikan ke dinding arteri pada setiap kontraksi jantung dan kondisi sistem pembuluh darah arterial yang mengarah pada nadi. Secara normal, kekuatan nadi tetap sama pada setiap denyut jantung.
0           tidak ada, tidak dapat dipalpasi
1+     nadi hilang, sangat sulit dipalpasi, mudah hilang 
2+     mudah dipalpasi, nadi normal 
3+     nadi penuh, meningkat 
4+     kuat, nadi memantul, tidak dapat hilang 

4.  Tangan

Pada pasien jantung, yang berikut merupakan temuan yang paling penting untuk diperhatikan saat memeriksa ekstremitas atas :
·   Sianosis perifer, dimana kulit tampak kebiruan, menunjukkan penurunan kecepatan aliran darah ke perifer, sehingga perlu waktu yang lebih lama bagi hemoglobin mengalami desaturasi. Normal terjadi pada vasokonstriksi perifer akibat udara dingin, atau pada penurunan aliran darah patologis, misalnya, syok jantung.
·    Pucat, dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
·   Waktu pengisian kapiler (CRT=Capillary Refill Time), merupakan dasar memperkirakan kecepatan aliran darah perifer. Untuk menguji pengisian kapiler, tekanlah dengan kuat ujung jari dan kemudian lepaskan dengan cepat. Secara normal, reperfusi terjadi hampir seketika dengan kembalinya warna pada jari. Reperfusi yang lambat menunjukkan kecepatan aliran darah perifer yang melambat, seperti terjadi pada gagal jantung.
·     Temperatur dan kelembapan tangan dikontrol oleh sistem saraf otonom. Normalnya tangan terasa hangat dan kering. Pada keadaan stress, akan terasa dingin dan lembab. Pada syok jantung, tangan sangat dingin dan basah akibat stimulasi sistem saraf simpatis dan mengakibatkan vasokonstriksi.
·     Edema meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
·      Penurunan turgor kulit terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
·  Penggadaan (clubbing) jari tangan dan jari kakimenunjukkan desaturasi hemoglobin kronis, seperti pada penyakit jantung congenital.

5. Pemeriksaan Vena Jugularis

Perkiraan fungsi jantung kanan dapat dibuat dengan mengamati denyutan vena jugularis di leher. Ini merupakan cara memperkirakan tekanan vena sentral, yang mencerminkan tekanan akhir diastolic atrium kanan atau ventrikel kanan (tekanan sesaat sebelum kontraksi ventrikel kanan). Vena jugularis diinspeksi untuk mengukur tekanan vena yang dipengaruhi oleh volume darah, kapasitas atrium kanan untuk menerima darah dan mengirimkannya ke ventrikel kanan, dan kemampuan ventrikel kanan untuk berkontraksi dan mendorong darah ke arteri pulmoner.

Teknik :
•   Minta klien berbaring telentang dengan kepala di tinggikan 30 sampai 45 derajat (posisi semi-Fowler)
•   Pastikan bahwa leher dan toraks atas sudah terbuka. Gunakan bantal untuk meluruskan kepala.
     Hindari hiperekstensi atau fleksi leher untuk memastikan bahwa vena tidak teregang atau keriting.
•   Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Pada saat klien kembali ke posisi telentang dengan perlahan, tinggi pulsasi vena mulai meningkat diatas tinggi manubrium, yaitu 1 atau 2 cm disaat klien mencapai sudut 45 derajat. Mengukur tekanan vena dengan mengukur jarak vertical antara sudut Louis dan tingkat tertinggi titik pulsasi vena jugularis interna yang dapat dilihat.
•    Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris biasa dengan ujung area pulsasi si vena jugularis. Kemudian ambil penggaris sentimeter dan buat tegak lurus dengan penggaris pertama setinggi sudut sternum. Ukur dalam sentimeter jarak antara penggaris kedua dan sudut sternal.
•   Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan bilateral lebih dari 2,5 cm dianggap meningkat dan merupakan tanda gagal jantung kanan. Peningkatan tekanan di satu sisi dapat disebabkan oleh obstruksi.

6. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “Veussure Cardiac” terdapat penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara sternum dan apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung .
Adanya Voussure Cardiaque, menunjukkan adanya kelainan jantung organis, kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna, hipertrofi atau dilatasi ventrikel. Benjolan ini dapat dipastikan dengan perabaan.

Ictus Cordis
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi yang disebut ictus cordis pada intercostal V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini disebut ictus kordis negatif. Pulsasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.

Palpasi
Impuls apical terkadang dapat pula dipalpasi. Normlanya terasa sebagai denyutan ringan, dengan diameter 1 sampai 2 cm. Telapak tangan mula-mula digunakan untuk mengetahui ukuran dan kualitasnya. Bila impuls apical lebar dan kuat, dinamakan sembulan (heave) atau daya angkat ventrikel kiri. Dinamakan demikian karena seolah “mengangkat” tangan dari dinding dada selama palpasi.
PMI abnormal. Bila PMI terletak dibawah ruang interkostal V atau disebelah lateral garis medioklavikularis, penyebabnya adalah pembesaran ventrikel kiri karena gagal jantung kiri. Secara normal, PMI hanya teraba pada satu ruang interkostal. Bila PMI dapat teraba pada dua daerah yang terpisah dan gerakan denyutannya paradoksal (tidak bersamaan), harus dicurigai adanya aneurisma ventrikel.

Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada telapak tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung (murmur) yang kuat pada waktu auskultasi sehingga dapat di palpasi. Thrill juga dapat dipalpasi diatas pembuluh darah bila ada obstruksi aliran darah yang bermakna, dan akan terjadi di atas arteri karotis bila ada penyempitan (stenosis) katup aorta. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula lokasinya.

Perkusi
Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada penderita emfisema paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal jantung. Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat aneurisma aorta.
Untuk menentukan batas kiri jantung lakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Batas jantung kiri memanjang dari garis medioklavikularis di ruang interkostal III sampai V. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relative kita tetapkan sebagai batas jantung kiri.
Batas kanan terletak di bawah batas kanan sternum dan tidak dapat dideteksi. Pembesaran jantung baik ke kiri maupun ke kanan biasanya akan terlihat.  Pada beberapa orang yang dadanya sangat tebal atau obes atau menderita emfisema, jantung terletak jauh dibawah permukaan dada sehingga bahkan batas kiri pun tidak jelas kecuali bila membesar.

Auskultasi Jantung
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan bunyi jantung, bising jantung dan gesekan pericard.

Bunyi Jantung
Untuk mendengar bunyi jantung, perhatikan lokalisasi dan asal bunyi jantung, tentukan bunyi jantung S1 dan S2, intensitas bunyi dan kualitasnya, ada tidaknya bunyi jantung S3 dan bunyi jantung S4, irama dan frekuensi bunyi jantung, dan bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.

1. Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
-     Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
-     Intercostal II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
-     Intercostal III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta
-     Intercostal IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi jantung ke dinding dada.

2. Menentukan bunyi jantung I dan II
Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :
-      Bunyi jantung I (S1), ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan trikuspidal. Bunyi ini adalah tanda mulainya fase sistole ventrikel. Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan 
       terabanya pulsasi nadi pada arteri carotis.
-      Bunyi jantung II (S2), ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan pulmonal dan tanda dimulainya fase diastole ventrikel.

3. Intesitas dan Kualitas Bunyi
Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh tebalnya dinding dada dan adanya cairan dalam rongga pericard.
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar daripada bunyi jantung I. 

4.  Perhatikan pula kualitas bunyi jantung
Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I pecah akibat penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan pada keadaan normal. Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan normal ditemukan pada waktu inspitasi di mana P 2 lebih lambat dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak menghilang pada respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan Right Bundle branch Block (RBBB).

5.  Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV
Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada akhir pengisian cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks jantung. Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Dalam keadaan patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah jantung dan myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi bunyi seperti derap kuda, disebut sebagai protodiastolik gallop.
Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat kontraksi atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak dan pada orang dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada A – V block dan hipertensi sistemik. Irama yang terjadi oleh jantung ke 4 disebut presistolik gallop.

6.  Irama dan frekuensi bunyi jantung
Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhythmia cordis.
Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih dari 100 kali per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut bradycardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang susunan saraf otonom pada S – A node sebagai pacu jantung. Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang (compensatoir pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa aorta, atau stenosa pulmonal. 

7.  Paru
Temuan yang sering ditemukan pada pasien jantung meliputi :
  •     Takipnea. Napas yang cepat dan dangkal dapat terlihat pada pasien yang mengalami gagal jantung atau kesakitan, atau yang sangat cemas.
  •   Respirasi chyne-stokes. Pasien yang menderita gagal ventrikel kiri berat dapat memperlihatkan pernapasan chyne-stokes, yang ditandai dengan napas cepat berseling dengan periode apnea.
  •     Hemoptitis. Sputum yang berbusa merah muda menunjukkan adanya edema pulmo akut.
  •     Batuk. Batuk kering dan dalam akibat iritasi jalan napas kecil sering dijumpai pada pasien kongesti pulmo akibat gagal jantung.
  •      Krekels. Gagal jantung atau atelektasis yang berhubungan dengan tirah baring, belatan karena nyeri iskemia, atau efek obat penghilang nyeri dan penenang sering mengakibatkan krekels.
  •     Mengi. Kompresi pada jalan napas kecil akibat edema jaringan interstitial paru dapat mengakibatkan mengi.
8.  Abdomen
Pada pasien jantung, ada 2 komponen pemeriksaan abdomen yang sering dilakukan
  •    Refluks hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat penurunan aliran balik vena yang disebabkan karena gagal ventrikel kanan. Hepar menjadi besar, keras, tidak nyeri tekan, dan halus. Refluks hepatojuguler dapat diperiksa dengan menekan hepar secara kuat selama 30 sampai 60 detik dan akan terlihat peninggian tekanan vena jugularis sebesar 1 cm. Peninggian ini menunjukkan ketidakmampuan sisi kanan jantung menanggapi kenaikan volume.
  •    Distensi kandung kemih. Haluaran urin merupakan indikator fungsi jantung yang penting. Maka penurunan haluaran urin merupakan temuan signifikan yang harus diselidiki untuk menentukan apakah penurunan tersebut merupakan penurunan produksi urin (yang terjadi bila perfusi ginjal menurun) atau karena ketidakmampuan pasien untuk buang air kecil.

9.  Kaki dan Tungkai
Kebanyakan pasien yang menderita penyakit jantung mengalami juga penyakit vaskuler perifer, atau edema perifer akibat gagal ventrikel kanan. Maka pada semua pasien jantung penting dikaji sirkulasi sirkulasi arteri perifer dan aliran balik vena.

Prosedur dan Tes Diagnostik
    Tes Laboratorium
·         Enzim jantung. Analisis enzim jantung dalam plasma merupakan bagian dari profil diagnostik untuk mendiagnosa infark miokard.
·         Kimia darah. Meliputi profil lemak, elektrolit serum, kalium serum, nitrogen urea darah, dan glukosa.

Sinar-X Dada dan Fluoroskopi
Pemeriksaan sinar-x dilakukan untuk menentukan ukuran, kontur dan posisi jantung. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya klasifikasi jantung dan pericardial dan menunjukkan adanya perubahan fisiologis sirkulasi pulmonal.
Pemeriksaan fluoroskopi dapat memberikan gambaran visual jantung pada luminescent x-ray screen. Pemeriksaan ini memperlihatkan denyutan jantung dan pembuluh darah serta sangat tepat untuk mengkaji kontur jantung yang tidak normal.

                Elektrokardiografi
Elektrokardiogram (EKG) mencerminkan aktivitas listrik jantung yang disadap dari berbagai sudut pada permukaan kulit. Elektokardiografi terutama sangat berguna untuk mengevaluasi kondisi yang berbeda disbanding fungsi normal, seperti gangguan kecepatan dan irama, gangguan hantaran, pembesaran kamar-kamar pada jantung, adanya infark miokard, dan ketidakseimbangan elektrolit.

                Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah tes ultrasound non invasive yang digunakan untuk memeriksa ukuran, bentuk dan pergerakan struktur jantung. Alat ini sangat berguna untuk mendiagnosa dan membedakan berbagai murmur jantung. Suatu ekokardiogram dapat menunjukkan apakah jantung mengalami dilatasi dinding atau septum mengalami penebalan, atau adanya efusi pericardial. Teknik ini juga digunakan untuk mempelajari gerakan katup jantung prostetik.

                Tes Toleransi Latihan
Tes Toleransi Latihan (ETT) adalah cara nonvasive untuk mengkaji berbagai aspek fungsi jantung. Dengan mengevaluasi aksi jantung selama stress fisik, respons jantung terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dapat ditentukan.

                Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostik invasive dimana satu atau lebih kateter dimasukkan ke jantung dan pembuluh darah tertentu untuk mengukur tekanan dalam berbagai kamar jantung dan untuk menentukan saturasi oksigen dalam darah. Kateter jantung paling sering digunakan untuk mengkaji patensi arteri koronaria pasien dan untuk menentukan terapi yang diperukan.

                Angiografi
                Kateterisasi jantung biasanya dilakukan barsama angiografi, suatu tekhnik 
                memasukkan media kontras kedalam sistem pembuluh darah untuk
                menggambarkan jantung dan pembuluh darah.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddath. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah, Ed 8 Vol 2
        Jakarta: EGC 

Candrawati, Susiana. Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler. Inhttp://www.scribd.com/doc/16636735/Pemeriksaan-Fisik-kardiovaskuler  [16 April 2011]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar